Powered By Blogger

Kamis, 27 Oktober 2016

KAWIN LARI, SEBUAH KESOPANAN DALAM ADAT SUKU SASAK DI LOMBOK

Kawin Lari ?

Mungkin untuk banyak orang khususnya Orang Indonesia apabila mendengar istilah kawin lari adalah sesuatu yang sangat memalukan. Mengapa memalukan ? Yaa ... mungkin hal itu dianggap sebagai sebuah aib. Namun itu berlaku di Lombok khususnya masyarakat Suku Sasak. Kawin lari biasa terjadi pada masyarakat Suku Sasak dan bahkan hal itu dianggap sopan. Kawin lari disana biasa disebut dengan ‘Merari’.

Motif Kain Khas Lombok

Motif Kain Khas Lombok
Beberapa waktu lalu ketika berkesempatan melihat keindahan Lombok, mampirlah kami di satu pusat kerajinan kain tenun khas Lombok. Tepatnya didaerah Sukarara. Ditempat ini kami bisa belejar menenun kain khas Lombok yang indah itu. Kami para wanita pun langsung semangat belajar menggunakan alat tenun manual disana. Meskipun cuma sebentar karena nggak kuat harus duduk lama dan memang sedikit ribet, tapi saya sudah tau sedikit tekniknya. Pantas kain khas Lombok ini mahal harganya, karena membuatnya juga membutuhkan ketelitian dan sangat tidak mudah. Sebenarnya ada hal yang membuat kami khususnya saya, sangat semangat belajar menenenun. Katanya, seorang gadis apabila sudah pandai membuat kain tenun (menenun) berarti dia sudah siap atau sudah bisa dibawa lari. Inilah yang kemudian membuat saya tertarik untuk belajar singkat membuat kain tenun khas Lombok yang indah itu. Siapa tahu ketika sudah pandai menenun, ada yang mengajak lari saya .... hehehe

Alat Tenun Khas Lombok
Oke kembali ke kawin lari khas Lombok ...

Kawin lari di Lombok adalah sebuah tradisi khususnya Suku Sasak. Tradisi ini diibaratkan seperti mencuri. Yaa ... mencuri seorang gadis untuk dinikahi. Mencuri untuk menikahi dikatakan lebih keren dibandingkan meminta kepada orang tua si gadis. Tapi “mencuri” disini tidak asal mencuri. Ada aturan yang berlaku. Aturannya, Sang gadis tidak boleh dibawa langsung kerumah Sang Lelaki. Namun ahrus dititipkan dirumah kerabat Sang Lelaki. Nah setelah menginap sehari, pihak kerabat laki-laki ini kemudian mengirim utusan ke pihak keluarga sang gadis. Utusan ini tugasnya memberitahukan kepada keluarga sang gadis bahwa anak gadisnya telah dicuri dan sedang berada di suatu tempat. Tapi tempat itu dirahasiakan dan tidak boleh ketahuan keluarga sang gadis.

Pemberitahuan itu dalam istilah bahasa Suku Sasak disebut ‘Nyelabar’. Pada saat nyelabar ini terdiri dari satu rombongan yang berisi lebih dari 5 orang dari kerabat pihak laki-laki tanpa didampingi orang tua pihak laki-laki dan semua harus mengenakan pakaian adat. Sebelum datang kekeluargan pihak perempuan, rombongan ini harus terlebih dahulu meminta ijin kepada tetua adat setempat. Istilahnya untuk meminta ijin serta penghormatan kepada tetua adat.
Ketika rombongan pihak laki-laki sampai kerumah pihak gadis pun tidak diperkenankan masuk kedalam rumah. Mereka duduk bersila dihalaman. Salah utusan yang ditunjuk sebagai juru bicara akan menyampaikan pemberitahuan itu. Selain prosesi ‘Nyelabar’, kedua pihak juga harus melangsungkan prosesi adat yang dikenal dengan istilah ‘Mesejati’ dan ‘Mbait Wali’. Upacara-upacara itu dilakukan sebagai proses permintaan ijin pernikahan dari pihak keluarga laki-laki ke pihak keluarga perempuan.

Jadi jangan heran bila pernikahan Suku Sasak ini berlangsung hingga beberapa hari. Untuk prosesi Nyelabar, Mesejati, dan Mbait Wali saja sudah menghabiskan waktu selama tiga hari. Untuk prosesi ‘Mbait Wali’ ini adalah prosesi dimana pihak laki-laki dan pihak perempuan membicarakan uang jaminan atau biasa disebut ‘Pisuka’ serta mahar.

Setelah selesai beberapa prosesi adat tersebut, barulah dilangsungkan ijab qabul. Oh ya ... ketika masa penculikan atau pelarian, kedua pasangan tidak boleh melakukan perbuatan yang tercela. Setelah ijab qabul, masih ada satu prosesi adat terakhir yang harus dilakukan yaitu ‘Nyongkolan’. Prosesi ini kedua mempelai diiring ke rumah orang tua mempelai perempuan. Setelah itu kedua mempelai akan menempati sebuah rumah kecil yang biasanya disebut dengan ‘Bale Kodong’.

Bale Kodong ini merupakan tempat tinggal sementara kedua mempelai hingga mereka sanggup untuk membuat rumah sendiri. Biasanya Bale Kodong ini digunakan untuk berbulan madu.

Sebenarnya adanya tradisi Kawin Lari di Suku Sasak juga mempengaruhi bentuk dari rumah adat Suku Sasak. Rumah adat Suku Sasak dibentuk menjadi dua ruangan menjadi ruangan luar dan dalam. Uniknya rumah ini tanpa jendela. Jadi hanya ada satu pintu untuk akses keluar-masuk. Untuk ruangan dalam biasanya digunakan untuk anak perempuan yang satu ruangan dengan dapur. Sedangkan untuk bagian luar untuk orang tua dan ank laki-laki. Mungkin dengan pengaturan yang seperti itu dimaksudkan agar anak perempuan tidak mudah dilarikan.


Bagaimana ? unik sekali ya tradisi khas Suku Sasak ini. Inilah keindahan Indonesia. Jika ingin tahu keunikannya, silahkan berkunjung di Desa Sade, Lombok.







Senin, 24 Oktober 2016

KETIKA INDONESIAN SOUTH SEA PEARL TAK SEINDAH KILAUNYA DI INDONESIA

Mutiara ... siapa yang tak mengenalnya ? dan siapa yang tidak terpukau oleh keindahan kilaunya ....

Indonesia adalah cuilan surga yang ada di bumi dengan anugrah yang luar biasa. Indonesia merupakan sebuah Negara kepulauan yang mempunyai belasan ribu pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Indonesia dikelilingi oleh wilayah perairan yang sangat luas. Karena luasnya wilayah perairan Indonesia, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia memiliki potensi yang melimpah. Salah satu potensi besar dari perairan Indonesia adalah mutiara. Keindahan mutiara Indonesia telah menjadi perbincangan yang menarik di pasar internasional. Mutiara Indonesia merupakan jenis Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) yang terkenal sebagai mutiara yang berada pada puncak kesempurnaan mutiara didunia.

Source : Youtube

Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) adalah sebuah kesempurnaan mutiara. Semua julukan ada pada mutiara laut selatan ini. Mulai dari mutiara termegah, mutiara terbesar, terindah, dan juga termahal. Ada dua genus kerang mutiara yang dapat menghasilkan Mutiara Laut Selatan, yaitu genus kerang mutiara bibir hitam (Pinctada Margaritifera) dan genus kerang mutiara bibir perak/emas (Pinctada Maxima). Selain ukuran lebar cangkang genus kerang mutiara serta perbedaan warna mutiara yang dihasilkan, tidak banyak perbedaan antara kedua genus kerang tersebut. Untuk Indonesia sendiri, Mutiara Laut Selatan dihasilkan dari genus kerang mutiara Pinctada Maxima. Untuk ciri-ciri dari Pinctada Maxima ini selain ukuran cangkang yang sangat lebar yaitu bisa mencapai sekitar 30 cm, kerang ini hanya mengandung 1 butir mutiara dalam satu indukan kerang. Hal itu terbukti dengan mahalnya harga mutiara ini.
Source : Fanpage Indonesian Pearl Festival 2016

Source : Materi Blog Competition ISSP

Beberapa waktu lalu ketika berkunjung ke Nusa Tenggara Barat, dimana NTB merupakan daerah yang termasuk penghasil ISSP yang paling tinggi di Indonesia. Ada sekitar 18 perusahaan mutiara disana. Ketika disana, memang banyak sekali penjual mutiara. Dimulai dari mutiara yang kelas tinggi hingga yang paling rendah. Ada mutiara air laut dan mutiara air tawar. Dengan berkembangnya pariwisata di NTB pada saat ini, nilai mutiara juga mulai ikut berkembang. Hal tersebut dikarenakan wisata edukasi tentang kerang mutiara juga menjadi agenda pariwisata bagi wisatawan yang berkunjung di NTB. Ini tentu menjadi sebuah kesempatan untuk mengenalkan lebih jauh tentang ISSP kepada para wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Source : Materi Blog Competition ISSP


Untuk Indonesia, ada beberapa permasalahan tentang mutiara yang indah ini. Permasalahan yang besar adalah kurangnya rasa kepemilikan yang kuat dari orang-orang Indonesia terhadap “Indonesian South Sea Pearl”. Selain itu, Indonesian South Sea Pearl banyak diakui oleh Negara lain. Hal tersebut karena tidak adanya sertifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Selain itu, masalah terbesarnya juga karena adanya global warming sehingga mempengaruhi kualitas dari ISSP.

Pada sebuah laman berita, ada yang mengatakan bahwa “mutiara yang diperdagangkan didalam negeri merupakan mutiara jenis Chinese Fresh Water Pearl atau mutiara air tawar yang ilegal yang kualitasnya jauh dari kualitas mutiara Indonesia”. Hal itu memang dapat dilihat dari ciri-ciri mutiara jenis itu adalah induk kerang bisa menghasilkan 40 butir mutiara dalam ukuran cangkang kerang yang tidak terlalu besar. Jadi, apabila dilihat dari kualitasnya tentu harganya juga lebih murah dibandingkan dengan ISSP. Dilihat dari harganya itulah yang menyebabkan kemungkinan besar masyarakat Indonesia lebih memilih Chinese Fresh Water Pearl.

Sebenarnya, permasalahan-permasalahan tersebut dapat diatasi dengan sangat mudah. Pemerintah harus berusaha ekstra keras untuk mengenalkan lebih dalam pengetahuan tentang “Indonesian South Sea Pearl” baik pengetahuan tentang kualitas, produksi, dan sebagainya kepada masyarakat Indonesia. Jika Indonesian South Sea Pearl ini lebih dikembangkan, pasti juga akan menambah pendapatan negara. Indonesian Pearl Festival (IPF) yang tahun ini sudah memasuki tahun ke 6 merupakan sebuah usaha untuk memperkenalkan mutiara Indonesia termasuk “Indonesian South Sea Pearl”. Dengan adanya event “6th Indonesian Pearl Festival 2016” diharapkan dapat meningkatkan nilai jual mutiara Indonesia serta meningkatkan pula pengetahuan masyarakat pada dunia kemutiaraan. Diharapkan pula masyarakat Indonesia lebih memilih dan mencintai produk mutiara lokal yaitu “Indonesian South Sea Pearl”.
PRE EVENT GATHERING IPF 2016
Source : Twitter @nengtanti13

Referensi :

Bahan Materi Lomba Tulis Blogger (Usaha Budidaya Mutiara Indonesia)
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150510120239-92-52292/miris-masa-depan-mutiara-terbaik-dari-indonesia/
http://www.beritasatu.com/ekonomi/136906-indonesia-pemasok-terbesar-mutiara-laut-dunia.html
http://delombokpearl.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-budidaya-mutiara-di-indonesia.html
http://originalmutiara.com/news/150/Indonesia-Produsen-Terbesar-Mutiara-Laut-Selatan

http://citizen6.liputan6.com/read/2628095/indonesia-produsen-mutiara-laut-selatan-terbesar-di-dunia


Postingan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog "Menguak Tabir Indonesian South Sea Pearl"

Kamis, 20 Oktober 2016

KEHEBOHAN PANGGUNG CABARET SHOW DI JOGJAKARTA

Apa yang terlintas dipikiran anda jika mendengar kata Cabaret Show ? Mungkin yang ada dalam benak anda adalah Cabaret Show Khas Thailand yang sangat populer itu. Cabaret Show di Thailand menjadi agenda tontonan wajib para wisatawan yang berkunjung kesana. Namun saat ini, kita tidak perlu lagi jauh-jauh ke Thailand jika ingin menyaksikan Cabaret Show. Di Indonesia sendiri, tepatnya di Jogjakarta juga ada pertunjukan Cabaret Show yang tidak kalah kerennya dengan yang ada di Thailand.

Cabaret Show adalah sebuah pertunjukan musik, drama, tari, dan atraksi lain yang dikemas dengan unsur komedi yang diperagakan oleh para waria. Panggung Cabaret Show yang ada di Jogjakarta ini dapat kita saksikan di Oyot Godhong Resto atau banyak orang menyebutnya Raminten 3 yang berada di lantai 3 Mirota Batik (Hamzah Batik) di Kawasan Malioboro.


Sebenarnya waktu itu memang tidak ada rencana untuk melihat pertunjukan ini. Namun memang sudah cukup lama saya berkeinginan untuk menyaksikan pertunjukan yang katanya sangat menghibur dan membuat orang tak berhenti tertawa selama pertunjukan berlangsung. Entah sabtu malam ketika itu jogja sedang diguyur hujan deras. Sudah dari siang hari hujan tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Kalau hujan seperti itu mau kemana-mana juga malas. Kemudian terlintaslah Cabaret Show dipikiran saya. Okelah saya putuskan untuk menonton pertunjukan ini. Sekali-kali menikmati malam minggu nonton Cabaret daripada jalan-jalan malah kehujanan. Oh yaa ... Cabaret Show ini hanya ada pada malam sabtu dan malam minggu yaa ... So, jangan sampai salah hari kalau mau nonton.

Sampai di Mirota Batik pada pukul 18.30 WIB. Saya langsung menuju ke lantai 3. Saya pun langsung membeli tiket di Counter tiket yang berada persis di sebelah pintu resto. Ternyata tiket VIP sudah ludes terjual. Saya mendapatkan tiket festival seharga Rp. 50.000,-.

Apa sih bedanya antara tiket VIP dan Festival selain harga tentunya ? Oh ya untuk tiket VIP dibandrol dengan harga Rp. 60.000,-. Selain itu yang membedakannya adalah letak tempat duduk. Untuk VIP, tempat duduknya berada tepat didepan panggung dan untuk yang festival berada dibawah jadi harus mendongakkan kepala karena panggung yang cukup tinggi. Tapi sebenarnya untuk festival juga ada yang tempat duduknya sejajar dengan panggung tapi berada disamping panggung. Seperti tempat yang saya duduki waktu itu. Setelah mendapatkan tiket dan menukarkannya dengan kentang goreng, saya diarahkan keatas karena meja-meja dibawah sudah terisi penuh. Tempat duduknya lesehan dengan meja kecil memanjang menghadap ke panggung. Tempat duduk saya kali ini sangat dekat sekali dengan panggung dan sangat strategis pula (strategis untuk digodain para waria, hehehe).

Ketika memasuki tempat ini, suasananya sangat gelap karena hanya lampu panggung saja yang dinyalakan. Tepat pukul 19.00 WIB pertunjukan pun dimulai.

Pertunjukan diawali dengan munculnya 3 penari jawa yang lemah gemulai. Hmmm ... jadi nggak yakin kalau mereka itu pria saking luwesnya.


Setelah ketiga penari itu selesai menari, barulah ada beberapa penari campuran (pria, wanita, dan waria tentunya) yang menari dengan sangat apik dan kompak dengan diiringi lagu khas pembuka Cabaret Show.

Ayo tebak ... Mana yang wanita tulen ??? Hihihihi
Cabaret Show di Raminten 3 ini menampilkan waria-waria yang berperan jadi artis Indonesia maupun artis luar negeri. Tapi kebanyakan penyanyi luar negeri sih. Penyanyi Indonesia hanya Anggun C. Sasmi dan ada 4 penyanyi dangdut. Mereka semua lipsink lagu-lagu yang populer yang dibawakan para penyanyi sesuai dengan karakter yang sedang diperankannya.

Ini looh beberapa penampilan dari mereka ....





Celine Dion :)

Anggun C. Sasmi

Ini ada pemain cabaret yang sangat nekat menurut saya. Dia bahkan sampai menuruni tiang dari atas kebawah. Benar-benar nekat tapi lucu.


Gimana sexy-sexy kan ? dan mereka memang mirip sekali dengan penyanyi aslinya.

Oh yaa ... seperti dugaan saya sebelumnya mengenai tempat duduk ketika menonton. Tempat dimana saya menonton ini menjadi sasaran empuk untuk disamperin para waria itu. Dan hampir semua pemain cabaret itu main-main ketempat dimana saya duduk. Tapi untungnya yang disamperin kebanyakan para lelaki hehehe ... iyalah masa waria itu mau nyamperin cewek ... Bahkan ada seorang bule yang lagi nonton terus disamperin sama salah satu waria. Setelah dipegang-pegang, itu bule ditarik ke panggung diajak joget.

Heboh sekali malam itu.

Pertunjukan ditutup dengan lagu “Ekspresi” yang dibawakan semua pemain (masih tetap lipsink sih ...) dan mereka menari bersama-sama. Entah kenapa katika mendengar lagu ciptaan Indra Lesmana itu saya selalu merinding, terpana, ikutan menyanyi dan ikut menari meskipun hanya menggoyangkan tangan.


Setelah selesai pertunjukan, para waria itu kemudian keluar dan berdiri ala manekin di depan resto. Untuk yang mau berfoto bareng waria-waria inilah saatnya. Mereka juga senang sekali diajak foto bareng. Nah disini ini, sisi kewanitaan saya mulai dipertanyakan hehehe ... Gimana nggak, mereka cowok tapi tubuh mereka bagus-bagus sekali. Langsing. Kulitnya cenderung lebih mulus. Menurut saya, mereka waria yang berbakat sih. Waria yang berharga.



Saran saya, jika mau menonton Cabaret Show ini sebaiknya datang ke Hamzah Batik jangan terlalu mepet waktunya agar bisa memilih tempat duduk yang strategis untuk menonton dan mengambil gambar tentunya dan supaya tidak kehabisan tiket.

Cabaret Show ini sangat recommended sih untuk hiburan diakhir pekan. Jadi, kalo sedang berkunjung ke Jogja jangan lewatkan Cabaret Show di Oyot Godhong Resto (Raminten 3) ini yaaa ...

Minggu, 02 Oktober 2016

SEPENGGAL KISAH : DINI HARI DI KOTA TEMBAKAU (Pertemuan dengan “Mas Rejo”)

Beberapa saat yang lalu, saya berkesempatan menikmati dini hari di Kota Tembakau yang sangat dingin itu. Sebenarnya hanya diajak untuk mengantar kerabat menunaikan ibadah haji. Dilepas oleh Bupati setempat di pendopo. Tapi bukan ibadah hajinya yang akan saya tulis. Namun sebuah kisah yang ada dibaliknya.

Ketika itu malam hari sekitar pukul 01.00 WIB kami dengan beberapa rombongan mengantar salah satu kerabat yang akan menunaikan ibadah haji untuk berkumpul di Pendopo. Pendopo Pengayoman, begitu orang di kota itu menyebutnya. Setelah sampai disana kami menunggu cukup lama. Cukup lama karena pelepasannya pukul 05.30 WIB sedangkan ketika sampai disana baru pukul 02.00 WIB. Sambil menunggu saya bersama beberapa kerabat yang lain berdiri didepan Pendopo sambil sesekali melihat kearah alun-alun yang sangat ramai ketika itu. Banyak sekali penjual mainan hingga makanan yang masih berjualan. Mungkin karena ada acara pelepasan calon jamaah haji ini jadi mereka berjualan hingga pagi.

Karena menunggu cukup lama dan saya sudah sedikit kelelahan karena berdiri sambil melihat orang berlalu lalang, saya memutuskan untuk duduk ditrotoar depan pendopo. Beberapa saat kemudian ada seorang pemuda yang berdiri didepan saya. Pemuda inilah yang pada akhirnya saya sebut sebagai “Mas Rejo”. Kenapa “Mas Rejo” ? Dibaca sampai akhir ya postingan ini ...

Pemuda itu ternyata berbicara dengan seseorang yang duduk disebelah saya. Mungkin itu kerabatnya. Namun tiba-tiba pemuda yang berdiri tersebut berbicara kepada saya, “Mbak, maaf saya boleh duduk disebelah mbak atau tidak ?” katanya sambil menunjuk celah kosong yang tidak terlalu lebar antara saya dan kerabatnya. Sebenarnya saya sedikit jengkel ketika dia meminta saya untuk bergeser. Saya memilih duduk disini karena disebelah saya itu tempatnya agak kotor. Tapi karena saat itu saya sedang berbaik hati dan tetap masih jengkel sebenarnya, akhirnya saya menggeser sedikit posisi duduk saya. Bahkan memang benar-benar hanya sedikit bergeser.

Setelah duduk dan mengobrol dengan saudaranya, Pemuda itu lalu mengajak ngobrol saya. “Nganterin siapa mbak ?” itulah pertanyaan pertama yang diajukannya. Kami pun akhirnya ngobrol hingga kurang lebih 1 jam lamanya. Dari obrolan yang singkat tersebut saya mengetahui beberapa hal tentangnya. Ternyata kami satu almamater di perguruan tinggi. Tapi beda angkatan dan beda jurusan. Dia beberapa tahun diatasku (Kakak tingkat ceritanyaa .... Hahaha). Dia juga menanyakan dari mana saya berasal. Dia mengira kalau saya juga orang asli Kota Tembakau. Saya pun balik bertanya didaerah mana rumahnya. Ternyata dia tinggal di sebuah Kecamatan yang tidak jauh dari tempat saya KKN dulu. Tetangga Kecamatan. Karena tempat tinggalnya itulah saya menyebutnya sebagai “Mas Rejo”. Entah dia setuju atau tidak dengan sebutan itu. Karena itu hanya sebutan dalam hati saja. Mengapa saya tidak menyebutkan namanya ? Yaa ... karena saya memang tidak tahu namanya. Diapun sebaliknya tidak tahu nama saya. Karena kami memang tidak saling mengenalkan nama kami masing-masing. Biarlah sang waktu yang akan mengenalkan nama kami. Meskipun entah kapan waktu itu akan datang.

Entah mengapa ketika mendengar suaranya terasa nyaman sekali. Ini nih ... Saya menilai seorang laki-laki termasuk salah satunya melalui tutur katanya. Cara dia bercerita, cara dia berbicara dengan perempuan, dan lain sebagainya. Saya termasuk orang yang suka mendengar cerita atau curhatan orang lain. Sebenarnya tidak hanya laki-laki yang saya nilai tutur katanya, tapi perempuan pun saya nilai dari tutur katanya. Bahkan yang baru kenal sekalipun.

Dia bercerita tentang dirinya. Meskipun tidak banyak, tapi saya cukup berkesan dengan pengalaman hidupnya. Dia juga bercerita pernah tinggal beberapa tahun di Negaranya Om Sam. Sebenarnya dia tidak sengaja bercerita pernah tinggal disana. Karena ketika saya bercerita saya mulai kenal dengan Kota Tembakau ini tahun 2014 waktu KKN, ternyata waktu itu Mas Rejo ini sedang tidak berada di Indonesia. Ahh saya jadi menyesal hanya sebentar bertemu dengannya. Jadi tidak bisa dengar ceritanya lebih banyak lagi.

Tapi, dipertemuan yang sangat singkat itu karena hanya sekitar 1,5 jam banyak sekali yang kita obrolkan. Bahkan hingga ngomongin tentang masa depan (*eitsss ...jangan curiga dulu yaa ..). masa depan yang saya maksud disini itu kita ngobrol tentang bisnis juga. Lebih ke melihat peluang bisnis yang bisa dikembangkan di kota itu. Tentang potensi yang dihasilkan dari Jepara dimana saya berasal dan mampu dikembangkan di Kota Tembakau itu. Kalau semua percakapan kami dini hari itu saya tuangkan dalam tulisan ini mungkin akan jadi berlembar-lembar halaman.

Aku begitu rindu bagaimana cara dia bercerita.

Tapi entah karena akan pulang kerumah atau hendak kemana Mas Rejo ini kemudian pamit kepadaku. Aku pun mempersilakannya dan tak lupa berterima kasih. Berterima kasih karena sudah menemaniku dengan cerita-ceritanya. Setelah dia menghilang dari pandangan mataku aku pun mulai merasa sepi. Suatu kesepian yang berada dalam sebuah keramaian.


Mas Rejo, seperti yang kamu katakan terakhir kali dipertemuan singkat kita “Semoga kita bisa bertemu lagi yaa ..”. Dalam hati pun aku menjawab, “Ya, jika berjodoh kita pasti bertemu lagi”. Tentu “jodoh” disini bukan hanya hubungan serius antara lelaki dan perempuan. Kita bisa berjodoh dalam berteman, dalam pekerjaan, dan lain sebagainya. Aku akan selalu menunggu cerita-ceritamu, Mas. Semoga Allah memberi kita kesempatan untuk bertemu entah dimanapun dan kapanpun. Hanya Allah yang tahu.