Kawin Lari ?
Mungkin untuk
banyak orang khususnya Orang Indonesia apabila mendengar istilah kawin lari
adalah sesuatu yang sangat memalukan. Mengapa memalukan ? Yaa ... mungkin hal
itu dianggap sebagai sebuah aib. Namun itu berlaku di Lombok khususnya
masyarakat Suku Sasak. Kawin lari biasa terjadi pada masyarakat Suku Sasak dan
bahkan hal itu dianggap sopan. Kawin lari disana biasa disebut dengan ‘Merari’.
Motif Kain Khas Lombok |
Motif Kain Khas Lombok |
Beberapa waktu
lalu ketika berkesempatan melihat keindahan Lombok, mampirlah kami di satu
pusat kerajinan kain tenun khas Lombok. Tepatnya didaerah Sukarara. Ditempat
ini kami bisa belejar menenun kain khas Lombok yang indah itu. Kami para wanita
pun langsung semangat belajar menggunakan alat tenun manual disana. Meskipun
cuma sebentar karena nggak kuat harus duduk lama dan memang sedikit ribet, tapi
saya sudah tau sedikit tekniknya. Pantas kain khas Lombok ini mahal harganya,
karena membuatnya juga membutuhkan ketelitian dan sangat tidak mudah.
Sebenarnya ada hal yang membuat kami khususnya saya, sangat semangat belajar
menenenun. Katanya, seorang gadis apabila sudah pandai membuat kain tenun
(menenun) berarti dia sudah siap atau sudah bisa dibawa lari. Inilah yang
kemudian membuat saya tertarik untuk belajar singkat membuat kain tenun khas
Lombok yang indah itu. Siapa tahu ketika sudah pandai menenun, ada yang
mengajak lari saya .... hehehe
Alat Tenun Khas Lombok |
Oke kembali ke
kawin lari khas Lombok ...
Kawin lari di
Lombok adalah sebuah tradisi khususnya Suku Sasak. Tradisi ini diibaratkan
seperti mencuri. Yaa ... mencuri seorang gadis untuk dinikahi. Mencuri untuk
menikahi dikatakan lebih keren dibandingkan meminta kepada orang tua si gadis.
Tapi “mencuri” disini tidak asal mencuri. Ada aturan yang berlaku. Aturannya,
Sang gadis tidak boleh dibawa langsung kerumah Sang Lelaki. Namun ahrus
dititipkan dirumah kerabat Sang Lelaki. Nah setelah menginap sehari, pihak
kerabat laki-laki ini kemudian mengirim utusan ke pihak keluarga sang gadis.
Utusan ini tugasnya memberitahukan kepada keluarga sang gadis bahwa anak
gadisnya telah dicuri dan sedang berada di suatu tempat. Tapi tempat itu
dirahasiakan dan tidak boleh ketahuan keluarga sang gadis.
Pemberitahuan
itu dalam istilah bahasa Suku Sasak disebut ‘Nyelabar’. Pada saat nyelabar ini
terdiri dari satu rombongan yang berisi lebih dari 5 orang dari kerabat pihak
laki-laki tanpa didampingi orang tua pihak laki-laki dan semua harus mengenakan
pakaian adat. Sebelum datang kekeluargan pihak perempuan, rombongan ini harus
terlebih dahulu meminta ijin kepada tetua adat setempat. Istilahnya untuk
meminta ijin serta penghormatan kepada tetua adat.
Ketika
rombongan pihak laki-laki sampai kerumah pihak gadis pun tidak diperkenankan
masuk kedalam rumah. Mereka duduk bersila dihalaman. Salah utusan yang ditunjuk
sebagai juru bicara akan menyampaikan pemberitahuan itu. Selain prosesi
‘Nyelabar’, kedua pihak juga harus melangsungkan prosesi adat yang dikenal
dengan istilah ‘Mesejati’ dan ‘Mbait Wali’. Upacara-upacara itu dilakukan
sebagai proses permintaan ijin pernikahan dari pihak keluarga laki-laki ke
pihak keluarga perempuan.
Jadi jangan
heran bila pernikahan Suku Sasak ini berlangsung hingga beberapa hari. Untuk
prosesi Nyelabar, Mesejati, dan Mbait Wali saja sudah menghabiskan waktu selama
tiga hari. Untuk prosesi ‘Mbait Wali’ ini adalah prosesi dimana pihak laki-laki
dan pihak perempuan membicarakan uang jaminan atau biasa disebut ‘Pisuka’ serta
mahar.
Setelah
selesai beberapa prosesi adat tersebut, barulah dilangsungkan ijab qabul. Oh ya
... ketika masa penculikan atau pelarian, kedua pasangan tidak boleh melakukan
perbuatan yang tercela. Setelah ijab qabul, masih ada satu prosesi adat
terakhir yang harus dilakukan yaitu ‘Nyongkolan’. Prosesi ini kedua mempelai
diiring ke rumah orang tua mempelai perempuan. Setelah itu kedua mempelai akan
menempati sebuah rumah kecil yang biasanya disebut dengan ‘Bale Kodong’.
Bale Kodong
ini merupakan tempat tinggal sementara kedua mempelai hingga mereka sanggup
untuk membuat rumah sendiri. Biasanya Bale Kodong ini digunakan untuk berbulan
madu.
Sebenarnya
adanya tradisi Kawin Lari di Suku Sasak juga mempengaruhi bentuk dari rumah
adat Suku Sasak. Rumah adat Suku Sasak dibentuk menjadi dua ruangan menjadi
ruangan luar dan dalam. Uniknya rumah ini tanpa jendela. Jadi hanya ada satu
pintu untuk akses keluar-masuk. Untuk ruangan dalam biasanya digunakan untuk
anak perempuan yang satu ruangan dengan dapur. Sedangkan untuk bagian luar
untuk orang tua dan ank laki-laki. Mungkin dengan pengaturan yang seperti itu
dimaksudkan agar anak perempuan tidak mudah dilarikan.
Bagaimana ?
unik sekali ya tradisi khas Suku Sasak ini. Inilah keindahan Indonesia. Jika ingin tahu keunikannya, silahkan berkunjung di Desa Sade, Lombok.