Powered By Blogger

Sabtu, 23 April 2016

MAKIN KECE DENGAN “FINEST FLANNEL”

Halo Flanel Lovers, kali ini ada kabar baik nih buat kalian semua ...

Bagi kalian yang suka kegiatan outdoor semacam mendaki gunung, hunting lokasi-lokasi alam yang memiliki panorama eksotis, atau hanya sekedar jalan-jalan bareng temen atau pacar. Tentunya harus ditunjang dengan penampilan yang kece abis kan ? Nah salah satu hal yang menunjang penampilan agar lebih menarik adalah pakaian yang kita kenakan. Pakaian yang pas dan cocok untuk dikenakan terutama untuk kegiatan outdoor ialah yang berbahan flanel. Ngomong-ngomong tentang pakaian yang berbahan flanel, kali ini ada flannel second import yang ditawarkan oleh “FINEST FLANNEL”.


Flannel second ? Pasti pada bertanya-tanya dan khawatir kan ?

Jangan khawatir masalah secondnya. Karena flannel disini telah melalui beberapa tahapan, yaitu :
  • Tahap Sortir, pada tahap ini dicari kualitas flannel yang benar-benar masih seperti baru. Jadi dalam tahap ini benar-benar membutuhkan ketelitian yang sangat maksimal. Untuk merk-merk yang dipilih pun merk ternama seperti Uniqo, Wrangler, Hush Puppies, dan lain-lain.
  • Tahap Pencucian (Laundry), tahap ini juga sama pentingnya karena untuk mendapatkan sebuah kenyamanan konsumen ketika mengenakannya. Pada tahap ini bertujuan agar pakaian yang dibeli kualitasnya terjamin dan dapat langsung dikenakan setelah membeli tanpa harus mencucinya kembali.

Tentu teman-teman pada khawatir dan bertanya-tanya masalah harga juga ya bila melihat merk-merknya yang ternama ?
Tenang saja ... Untuk masalah harga sangat ekonomis. Apalagi untuk kalangan pelajar dan mahasiswa. Tapi keekonomisannya ini bukan cuma untuk pelajar dan mahasiswa saja lho ....
Tiap flannel keren ini dibandrol dengan harga Rp. 120.000,- (Belum termasuk Ongkos Kirim)

Oh ya ... ini nggak cuma cocok untuk cowok lho .. Cewek-cewek juga bisa banget pake ini asal ukurannya pas. Kalo kata orang flannel ini unisex ...

Pilihan warnanya juga bagus-bagus. Untuk yang suka warna-warna cerah ? Ada ! Warna kalem ? Ada juga ! Warna gelap ? Adaaaa ....

Untuk info lengkapnya, bisa di cek disini :

IG : finestflanel
LineID : geriardian/taniaalamsari
No. HP : 085727911593
Yogyakarta

FIRST PAY FIRST GET
Fine Condition and Laundry



















Oh yaa ... Kali ini saya juga akan membagikan bagaimana cara merawat kemeja Flannel kesayangan kamu .. Ini saya ambil dari http://www.ikurniawan.com/tips-dan-cara-untuk-merawat-kemeja-flanel

Cara mencuci Kemeja Flannel :
  • Rendam kemeja flannel dengan menggunakan air dingin (cold water), dan jangan terlalu lama
  • Seperti pakaian yang lainnya, rendam dan cuci kemeja flannel anda dengan pakaian lain yang warnanya sejenis
  • Jika mungkin, cuci dengan menggunakan tangan saja. Namun jika menggunakan mesin cuci, set mesin cuci anda ke putaran yang lambat (soft)
  • Gunakan deterjen yang sifatnya lembut, dan jangan pernah menggunakan deterjen yang menggunakan pemutih (bleach)
  • Jika dibutuhkan, maka anda dapat menggunkan pelembut pakaian
Cara Menjemur / Mengeringkan Kemeja Flannel :
  • Kemeja flannel dapat dijemur langsung dibawah sinar matahari, namun untuk berjaga-jaga jangan lupa balik kemeja flannel anda. Jadi bagian bagian dalam yang berada di luar
  • Jika anda menggunakan mesin pengering, gunakan settingan low heat
Menyetrika dan Menyimpan Kemeja Flannel :
  • Menyetrika kemeja flannel yang sudah kering dapat anda lakukan dengan cara seperti menjemur, yaitu dengan membalik bagian dalam berada diluar. Setrika bagian dalam anda dengan mengikuti alur dari kain kemeja.
  • Jika sudah disetrika, anda dapat menyimpan kemeja flannel pada lemari pakaian denagn cara dilipat atau digantung.
Itulah beberapa tips dan cara merawat agar kemeja flannel kesayangan anda awet, serta warnanya pun tidak pudar. Selamat Mencoba ...

Kamis, 21 April 2016

KARENA R.A KARTINI TAK HANYA SEBATAS KEBAYA DAN SANGGUL

Siapa yang tak mengenal Ibu dari Raden Mas Soesealit ini. Ibu dari para wanita di Indonesia. Seperti yang telah kita kenal selama ini, beliau ialah Raden Ajeng Kartini. Salah satu Pahlawan Wanita Nasional yang berasal dari Kota Ukir Jepara, Jawa Tengah. Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau lahir dari rahim seorang ibu yang tidak memiliki darah bangsawan atau dapat dikatakan sebagai orang pribumi bernama M.A. Ngasirah. Meskipun lahir dari rahim seorang pribumi, Raden Ajeng Kartini termasuk dalam kalangan bangsawan Jawa. Mengapa demikian ? hal tersebut dikarenakan Kartini merupakan putri dari Raden Mas Adipati Sosroningrat yang pada waktu itu menjabat sebagai Bupati Jepara. Saya pribadi sebagai anak yang lahir di Jepara, jujur saya tidak begitu mengenal beliau secara mendalam. Bahkan bila dibandingkan dengan artis dari Ibukota, saya lebih mengetahui artis tersebut daripada R.A. Kartini. Saya hanya mengenalnya melalui lagu yang berjudul “IBU KITA KARTINI” yang menjadi salah satu lagu nasional. Bahkan untuk lagunya saja terkadang saya terbalik-balik ketika menyanyikannya. Ini yang akhirnya membuat saya malu. Malu kepada diri sendiri, malu pada Ibu Kartini, dan tentunya malu kepada kota kelahiran saya.


Mungkin bagi banyak orang mengenal beliau karena sanggul dan kebaya yang menjadi ciri khas beliau. Jadi berbeda dengan tokoh-tokoh pahlawan wanita yang lain. Memang pada masa itu sudah menjadi kebiasaan perempuan Jawa memakai kebaya dan sanggul dikesehariannya. Namun bukan itu yang harus kita kenal dan harus kita teladani dari sosok R.A. Kartini. Dalam umur yang masih sangat belia, R.A Kartini telah melakukan banyak hal terhadap kita bangsa Indonesia terutama juga kaum wanita. Perjuangannya membela hak-hak kaumnya, melindungi rakyat Ayahnya karena pada waktu itu memang Ayahnya menjadi Bupati Jepara itulah yang harus kita teladani.

Siapa yang akan menyangka jika seorang wanita asli Jepara tersebut akan menjadi seorang yang besar, yang di puja oleh bangsa dan dunia. Seorang wanita yang dalam potretnya selalu menunjukkan ekspresi wajah yang sayu seolah menyembunyikan sesuatu masalah yang besar. Yaa ... dibalik ekspresinya yang seperti itu, R.A. Kartini memang tengah berpikir secara keras tentang bagaimana cara memperbaiki nasib rakyatnya. Dalam potretnya pula, beliau tidak pernah tertawa lepas. Seakan-akan jika dia tertawa lepas dia takut menimbulkan rasa iri bagi rakyatnya.

Kesederhanaan juga menghiasi hari-hari kartini. Bagaimana mungkin seorang anak bangsawan hidup tanpa kemewahan. Kesederhanaan itu dapat dilihat dari busananya sehari hari yang sering dipakai, kamar pingit yang ukurannya tidak terlalu besar, bahkan ada sumber yang menuliskan bahwa R.A. Kartini tidak suka berpesta. Dalam buku yang berjudul “Kartini : Pembaharu Peradaban” karya Hadi Priyanto, Ruang pingit Kartini mulai dibuka yaitu pada tanggal 2 Mei 1898. Pada waktu itu, Kartini beserta kedua adiknya diajak oleh orang tuanya untuk menghadiri berbagai acara dan untuk pertama kalinya diajak ke Semarang untuk menghadiri penobatan Ratu Wilhelmina. Serta diajak oleh ayahnya untuk menghadiri beberapa cara yang lain. Peristiwa tersebut disambut sukacita oleh R.A. Kartini. Kegembiraannya itu kemudian diungkapkannya melalui sepucuk surat kepada salah satu sahabatnya yaitu Stella, yang berisi : “Untuk pertama kalinya seumur hidup kami diperbolehkan keluar dari kota tempat tinggal kami dan ikut pergi ke ibukota (Karesidenan Semarang) untuk menghadiri pesta yang diadakan untuk menghormati penobatan Ratu. Itu merupakan kemenangan lagi yang sangat, sangat besar, maka juga sangat kami hargai. Bahwa gadis-gadis muda dari golongan ningrat seperti kami, keluar di jamuan umum, disini dianggap sebagai sesuatu yang tidak pantas. ’Dunia’ menjadi tercengang dibuatnya. Lidah-lidah ‘manis’ ramai membicarakan peristiwa yang ‘tidak pantas’ itu. Tetapi sahabta-sahabat kami bangsa Belanda bersorak-sorak kegirangan”.



Namun  hal itu tidak lantas membuat R.A. Kartini dan kedua saudaranya puas. Karena memang bukan kebebasan yang seperti itu yang dicarinya. Bukan pesta-pesta yang diinginkannya. Kembali beliau menuliskannya dalam suratnya kepada Stella : “Dan kami, kami merasa amat bahagia! Tetapi aku toh tidak puas. Masih jauh dari puas. Aku mau maju, maju terus! Bukan pesta-pesta atau memburu kesenangan yang kuinginkan, tetapi tujuanku adalah kemerdekaan. Aku mau merdeka, mau berdiri sendiri, agar tidak perlu tergantung pada orang lain, agar tidak terpaksa harus kawin”. R.A. Kartini menginginkan kebebasan yang dapat membuatnya berdiri sendiri. Dan membuatnya lebih maju. Memperjuangkan nasib rakyatnya, membuka wawasannya lebih jauh, dan lain sebagainya. Meskipun berada dalam sangkar emas bangsawan beliau tidak henti-hentinya memikirkan nasib rakyatnya.

Kesederhanaan R.A. Kartini yang lain pun dapat dilihat ketika beliau menikah dengan seorang Bupati Rembang yaitu K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, baju pengantin yang dikenakannya juga sangat sederhana. Tidak seperti keturunan bangsawan ketika menikah. Beliau hanya menggunakan kebaya dengan model sederhana dan kain batik. Bahkan beliau pun tidak menggunakan paes (lukisan hitam di dahi) seperti layaknya pengantin jawa pada umumnya. Beliau hanya berdandan yang bisa dibilang seadanya dan menggunakan sanggul kecil seperti kesehariannya.

R.A. Kartini & Suami
Namun beruntung bagi R.A. Kartini karena beliau mendapatkan suami yang mendukung penuh apa yang menjadi keinginannya. Suaminya yang pengertian mendukung cita-cita Kartini yang ingin mengembangkan wawasannya dan ingin mendirikan sebuah sekolah.

Perjuangan R.A. Kartini tidak hanya untuk pendidikan. Kartini juga perhatian terhadap dunia seni khusunya seni khas Jepara. Dalam buku “Kartini : Pembaharu Peradaban”, disebutkan bahwa ketika Kartini mendapatkan kesempatan untuk mengirimkan karyanya pada Pameran Nasional Karya Wanita atau Nationale Tentoonstelling voor Vrouwnarbeid di Den Haag tahun 1898 Kartini dan adiknya mengirimkan karya mereka. Selain itu mereka juga mengirimkan buah tangan mereka untuk dipersembahkan kepada Ratu Wilhelmina. Beliau juga sangat peduli dengan kerajinan ukir khas Jepara. Beliau ingin agar kehidupan para perajin dapat berubah menjadi lebih baik. Hal tersebut diungkapkan pada suratnya yang dikirimkan kepada Ny. Abendanon pada tanggal 29 Mei 1903 yang berisi : “Kami merencanakan sedikit hari lagi memamerkan beberapa karya ukir kayu kepada Van Dorp di Semarang ... Seniman kami patut sekali dikenal dan dihargai seninya yang indah”. Maka sangat dibenarkan jika peranan R.A. Kartini cukup besar dalam perkembangan seni ukir di Jepara.

Namun jika sampai saat ini masih saja di Indonesia ini membanding-bandingkan masalah gender, saya rasa itu hal yang bodoh. Karena pada saat ini bukan gender yang harus dibandingkan namun kualitas lah yang harus terus ditingkatkan.

Begitu besarnya pengorbanan R.A. Kartini terhadap rakyatnya. Baik laki-laki maupun perempuan. Meskipun banyak kontroversi yang beredar mengenai dirinya, kontroversi mengapa hanya Ibu Kartini yang hari kelahirannya diperingati sedangkan masih banyak pahlawan-pahlawan wanita yang tentu sama hebatnya ?. Kemudian tentang kontroversi kematian Kartini yang katanya ada campur tangan Belanda. Padahal Kartini sendiri telah menyadari bahwa takdirnya semakin dekat ketika beliau mengandung jabang bayi Soesealit ketika umur kandungannya menginjak bulan kelima. Karena pada waktu itu beliau mulai sering sakit-sakitan. Seperti yang tertulis dalam buku “Kartini : Pembaharu Peradaban” dan surat yang dikirimkan kepada Ny. Abendanon pada tanggal 17 Juli 1904 : “Pengorbanan apa sajalah yang tidak diminta anak demikian itu dari ibunya! Sering sakit-sakit itu disebabkan karenanya. Aduhai ! ibu, saya harus berhati-hati benar, harus waspada benar terhadap segala sesuatu. Sudah sejak sebulan saya hanya menerima tamu keluarga saja, yang lalu datang dikamar saya. Surat ini saya tulis sambil berbaring dikursi panjang, saya tidak dapat duduk tegak”. Pada tanggal 24 Agustus 1904 pun Kartini kembali mengirim surat kepada Ny. Abendanon ketika itu usia kandungannya menginjak 9 bulan. Begini isi suratnya : “Surat yang ibu terima baru-baru ini bukanlah surat yang terakhir. Sudah saya takutkan, tetapi yang sekarang ini boleh jadi juga sungguh surat yang terakhir, sebab saya yang merasakan ajal saya hampir tiba dengan cepatnya”.

Meskipun banyak kontroversi mengenai dirinya, Kartini tetaplah Kartini. Kartini tetaplah Putri sejati, Putri milik Indonesia yang harum namanya. Seorang putri dari kalangan ningrat yang sederhana, yang memiliki ekspresi yang sulit untuk diterka dalam semua potret gambarnya. Tuhan terlalu sayang kepadanya dan menginginkannya langsung masuk ke surga karena perbuatan-perbuatan baiknya. Sehingga beliau kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi tidak lama setelah melahirkan putra satu-satunya yaitu Raden Mas Soesealit yang harus tumbuh tanpa sentuhan tangan dan pelukan hangat dari ibu kandungnya. Bisa dikatakan kematian yang Khusnul Khotimah.

Raden Mas Soesealit
Ibu Kartini, terima kasih ... karena jasa-jasamu, kami perempuan Indonesia dapat menjadi seperti ini. Semoga engkau bisa tertawa lepas tanpa beban di surga sana. Namun, apakah memang Engkau sudah benar-benar tertawa lepas di surga sana ? ataukah justru Engkau semakin murung melihat kami sebagai wanita belum menjadi seperti yang engkau inginkan dan justru berkelakuan semakin buruk. Maafkan kami Ibu Kartini. Doakanlah kami selalu agar menjadi apa yang kau inginkan. Tunggu kami di Surga Ibu Kartini. Agar kita bisa sama-sama belajar bersama. Selamat Tanggal Lahirmu Ibu Kartini. Salam dari Kota Kelahiranmu, Jepara.




DAFTAR PUSTAKA

Katoppo, Aristides dkk. 1979. Satu Abad Kartini (1879-1979). Jakarta : Sinar Harapan
Priyanto, Hadi. 2010. Kartini Pembaharu Peradaban. Jepara : Tim Penggerak PKK Kabupaten Jepara



Artikel terkait :

KARTINI DAN SENI UKIR JEPARA

Berbicara tentang seni ukir Jepara, tentu ada banyak campur tangan Kartini dalam perkembangannya. R.A. Kartini sangat peduli terhadap perkembangan seni khusunya di Jepara. Beliau menginginkan kesejahteraan bagi para perajin di Jepara.  Untuk mengembangkan seni ukir jepara ini, Kartini melakukan sebuah kerjasama dalam perdagangan dengan Oost en West. Oost en West (Timur dan Barat) merupakan sebuah lembaga yang dibentuk di Belanda karena telah berhasil menyelenggarakan pameran. Lembaga ini dibentuk guna menghidupkan dan meningkatkan kembali seni kerajinan di Hindia Belanda.

Perkenalan antara R.A. Kartini dengan Oost en West berawal sebab Kartini pernah mengirimkan karyanya dalam Pameran Nasional Karya Wanita di Den Haag. Bahkan dalam buku “Kartini : Pembaharu Peradaban” juga disebutkan bahwa order dari Oost en West Batavia dalam jumlah yang sangat banyak. Barang-barang tersebut diperuntukkan bagi keperluan pesta sinterklas. Tentu hal ini disambut bangga oleh Kartini. Beliau kemudian mengungkapkannya kepada anak Abendanon yaitu Eddie C. Abendanon melalui suratnya yaitu : “Horee! Untuk kerajinan dan kesenian rakyat kami! Hari depanmu pasti akan gemilang! Aku tak dapat mengatakan betapa girang dan bahagia kau. Kami mengagumi rakyat kami. Kami bangga atas mereka. Rakyat kami yang kurang dikenal, karena itu juga kurang dihargai. Hari depan seniman Jepara sekarang terjamin. Tuan Zimmermann memuji setinggi langit hasil karya arsitek dari rakyat berkulit coklat yang sering dihina. Seniman-seniman kami mendapatkan pesanan besar dari Oost en West untuk Sinterklass. Sekarang seniman-seniman kami dapat melaksanakan ide-ide mereka yang bagus-bagus. Dapat menjelmakan gagasan-gagasan yang puitis dalam bentuk-bentuk yang indah, garis-garis yang ramping, berombak-ombak, berbelok-belok, dalam pancawarna yang cemerlang”.

Dari situlah ukiran Jepara mulai terkenal dan banyak sekali pesanan. Ibu Kartini melakukan berbagai cara untuk mempromosikan kerajinan khas Jepara ini. Salah satunya adalah melalui hobi menulisnya. Karena tulisannya yang indah, beliau mampu memikat hati calon pelanggannya. Salah satunya tertulis dalam satu surat kepada sahabatnya yaitu Ny. Abendanon : “Sekarang pemahat kayu sedang mengerjakan sesuatu yang bagus, yaitu almari buku dari kayu jati dengan tepinya dari kayu sono. Pintunya, yang terdiri atas satu pasang kaca berbingkai rangkap, dua jalur kayu sono berukir yang tidak lebar. Pada jarak-jarak sempit dihubungkan dengan wayang-wayang dan kayu jati. Dibawah bingkai-bingkai itu dipersatukan oleh ular yang saling menyerang. Bagian atas diukir dengan wayang-wayang dan masih diberi pula bunga ukiran. Bagian atas bersandar pada pintu di atas dua tiang kecil, diukir dan ditatah dengan ukiran dari kayu sono”. Amboooiii ... siapa yang tidak terpana melihat tulisan seindah itu. Sebuah kerajinan yang sebenarnya menurut saya sederhana namun cara pendeskripsian yang sedemikian detail dan dikemas dengan kata-kata yang indah inilah yang tentu membuat siapapun tertarik untuk membelinya.

Selain promosi, Ibu Kartini juga mengajarkan bagaimana cara meningkatkan kualitas dari kerajinan-kerajinan itu. Bahkan Ibu Kartini pun yang turun langsung untuk mengajarkan proses packaging yang menarik. Memang seorang wanita yang sangat multitalenta.

Namun sekarang, ukiran Jepara justru sudah mulai murung. Disepanjang jalan Jepara, yang berderet usaha meubel justru banyak yang menjual desain produk dari luar. Dan ironisnya saya juga ikut menyukai desain produk dari luar tersebut yang saya rasa lebih modern. Namun sebenarnya saya masih tetap menaruh hati pada produk kerajinan ukir Jepara. Sebenarnya saya lebih menyukai motif ukiran Jepara yang dituangkan dalam kerajianan batik. Ini merupakan sebuah inovasi baru di Jepara. Sehingga orang dapat mengenalkan motif ukiran khas Jepara melalui fashion. Sebenarnya di Jepara ada satu desa yang memang menjadi pusat sentra ukir Jepara yaitu di Desa Mulyoharjo. Ini memudahkan bagi penikmat seni untuk mencari ukiran khas Jepara.

Ukiran Pada Tempat Tidur R.A. Kartini

Ukiran Pada Kotak Perhiasan

Ukiran Pada Peti
Sekarang adalah kewajiban kita, saya khususnya warga Jepara untuk tetap menjaga dan mengembangkan warisan Ibu Kartini. Bagaimana caranya agar kerajinan khas Jepara tidak mati dimakan zaman.




DAFTAR PUSTAKA

Katoppo, Aristides dkk. 1979. Satu Abad Kartini (1879-1979). Jakarta : Sinar Harapan
Priyanto, Hadi. 2010. Kartini Pembaharu Peradaban. Jepara : Tim Penggerak PKK Kabupaten Jepara

KEPEDIHAN HATI KARTINI : TERPISAH DARI IBU KANDUNG

Jika dibaca dari judulnya, ‘terpisah’ dalam hal ini bukanlah terpisah dengan jarak yang sangat jauh melainkan terpisah atap. Namun masih se area. Mengapa bisa begitu ? Beginilah kisahnya ...

Ibu M.A. Ngasirah
R.A. Kartini merupakan putri dari pasangan suami istri Raden Mas Adipati Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah. Ayah Kartini kemudian menjabat sebagai Bupati Jepara tidak lama setelah Kartini lahir. Pada masa itu, ada sebuah peraturan bahwa seorang Bupati harus beristrikan seorang bangsawan. Mengingat bahwa Ibu Ngasirah bukanlah seorang bangsawan karena beliau hanya anak kyai dari Desa Teluk Awur, maka kemudian Ayah Kartini menikah lagi dengan R.A. Moerjam putri dari Bangsawan Madura R.M.P. Tjitrowikromo. Hal tersebut menyebabkan M.A. Ngasirah yang meskipun adalah istri pertama namun bukanlah istri yang utama. Karena yang menjadi istri utama hanyalah yang memiliki darah bangsawan yakni R.A. Moerjam.

Karena perbedaan status tersebutlah yang menyebabkan perbedaan perlakuan pula. M.A. Ngasirah tidak diperbolehkan tinggal satu atap dengan suami dan anak-anak kandungnya. Trenyuh hati saya ketika mendengar cerita ini. M.A. Ngasirah tinggal ditempat terpisah dari rumah utama meskipun dalam satu area namun beda atap. Sebuah rumah kecil yang ketika saya lihat hanya berupa kamar-kamar. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Ibu Ngasirah pada waktu itu. Serta juga perasaan R.A. Kartini melihat dan merasakan keadaan yang seperti itu. Beliau tidak bisa setiap hari merasakan pelukan hangat serta belaian lembut dari ibu kandungnya. Bahkan dari buku yang saya baca yang berjudul “Kartini : Pembaharu Peradaban”, kisah tersebut sungguh sangat mengiris batin siapapun yang membacanya. Dalam buku itu disebutkan bahwa karena Ngasirah bukanlah berasal dari kalangan bangsawan, ia tidak berhak tinggal dirumah utama. Ngasirah harus tinggal dirumah kecil yang ada disamping rumah kabupaten. Beliau juga harus membungkuk-bungkuk untuk memberikan penghormatan kepada para bangsawan, termasuk kepada R.A. Moerjam. Dan beliau harus memanggil anak-anak kandungnya dengan sebutan “Ndara” dan hanya boleh dipanggil “Yu” oleh anak-anak kandungnya. Hati siapa yang tidak trenyuh membaca kisah itu. Namun hal itu sudah terbiasa pada masanya. Setiap bupati yang tidak beristrikan bangsawan pasti akan menikahi seorang bangsawan dan menjadikan istri bangsawannya itu sebagai istri utama.

Salah satu kamar yang ditempati Ibu Ngasirah

Sumur Jaman Dahulu
Lantas bagaimana perasaan hati Kartini ? tentu tanpa bertanya pun semua orang sudah tahu bagaimana perasaan R.A. Kartini menghadapi hal semacam itu. Tentu hatinya juga teriris-iris. Anak mana yang tega memanggil ibu kandungnya dengan sebutan “Yu”. Tentu R.A. Kartini dan saudara-saudaranya tidak ada yang tega. Karena ibu kandung tetaplah ibu kandung. Kesakitan hatinya juga disampaikan melalui sebuah surat yang ditulisnya untuk sahabatnya yang diterbitkan oleh F.G.P Jaquet : “Saya telah melihat neraka dari jarak dekat malahan saya berada didalamnya, saya telah menyaksikan penderitaan dan merasakan sendiri kesengsaraan ibu saya sendiri, karena saya adalah anaknya”. Curahan hati R.A. Kartini sebagai seorang anak yang sebegitu dalamnya. Bahkan saya pun yang bukan siapa-siapa, turut bergetar mendengarnya.

Apapun status yang diberikan kepada Ibu Ngasirah pada waktu itu, tetap tidak dapat meruntuhkan status utamanya yaitu sebagai ibu kandung R.A. Kartini. Ibu kandung dari wanita yang hebat. Beliau tetap bertahan meskipun hatinya saya kira sudah teriris habis.


Ibu Ngasirah, sekarang engkau sudah dapat berkumpul dengan damai bersama anak-anak kandungmu di Surga. Engkau bisa menjaga mereka bermain, memeluk mereka, memandangi mereka dengan puas, menceritakan kisah-kisah yang indah dan masih banyak hal yang dapat engkau lakukan disana. Terimakasih karena Engkau telah melahirkan anak-anak yang hebat untuk negeri ini terutama R.A. Kartini dan Raden Mas Sosrokartono.

DAFTAR PUSTAKA

Katoppo, Aristides dkk. 1979. Satu Abad Kartini (1879-1979). Jakarta : Sinar Harapan
Priyanto, Hadi. 2010. Kartini Pembaharu Peradaban. Jepara : Tim Penggerak PKK Kabupaten Jepara

MENGINSPIRASI DARI BILIK PINGITAN

Ada beberapa tempat yang membuat saya trenyuh namun sekaligus bangga  serta kagum ketika berkunjung ke Pendopo Kabupaten Jepara. Salah satunya adalah Kamar Pingit Kartini.


Suasana Kamar Pingit

Penulis :)
Pertama, ketika saya memasuki kamar dimana R.A Kartini di pingit ketika beranjak remaja. Langkah kaki saya mulai memasuki Pendopo Kabupaten Jepara. Kamar itu berada disebelah kanan dan memang agak kedalam karena saya harus melewati ruang tamu serta ruang tengah yang cukup besar. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di kamar itu, saya sedikit tercengang. Dalam pikiran saya, seorang anak bangsawan pasti memiliki kamar yang mewah dan sangat besar. Bahkan dengan kamar tidur saya dirumah, sedikit lebih besar kamar saya. R.A. Kartini memang tidak suka kemewahan. Memasuki kamar pingit ini melalui pintu berdaun pintu berjumlah dua dan tinggi mirip model pintu gaya Belanda. Ada dua buah pintu sebenarnya. Namun satu pintu ditutup mungkin pintu itu menuju ke teras kamar dulunya. Didalam kamarnya pun tidak ada perabotan yang mewah. Hanya ada tempat tidur, meja belajar, meja rias sederhana, semacam kotak perhiasan bertingkat (mungkin pada waktu itu digunakan oleh beliau untuk menyimpan tusuk konde, bros-bros, dan sedikit perhiasannya karena mengingat beliau sangat suka kesederhanaan jadi tidak ada perhiasan yang mewah), sebuah peti kecil (mungkin untuk menyimpan baju). Namun ada yang menarik perhatian yaitu perabotannya terdapat ornamen ukiran yang jika dilihat secara detail sepertinya motif khas Jepara. Hampir semua perabotannya berhiaskan ukiran kecuali meja belajar serta meja rias yang hanya berlapiskan batu marmer. Selain perabotan besar yang sudah umum kita lihat dalam sebuah kamar, dalam kamar pingit Kartini ini terdapat alat permainan jaman dahulu yaitu congklak atau orang Jepara biasa menyebutnya permainan dakon. Papan dakonnya ini terbuat dari kayu, simple, tanpa ada ornamen-ornamen ukirannya. Ketika melihatnya, saya membayangkan R.A. Kartini sedang bermain dakon dengan adik-adiknya. Saya juga membayangkan saya sedang diajak main dakon bersama R.A. kartini. Sungguh beruntung mereka yang mengenal secara pribadi dengan R.A. Kartini. Selain itu, diatas meja kecil juga terdapat peralatan untuk membatik. Itu minyimpulkan pemikiran saya juga bahwa beliau juga sangat suka membatik untuk mengisi waktu luangnya. Lantainya juga masih lantai asli dari jaman dahulu yaitu tegel kuno berwarna gelap dan mengkilap. Sungguh terasa sekali keaslian bangunan tersebut.

Pintu Kamar Pingit

Peralatan Membatik

Meja Rias

Kotak Perhiasan

Peti Ukiran

Meja Belajar

Penulis Cantik

Didalam kamar yang hanya berukuran kurang lebih 4x4 meter itulah R.A. Kartini dipingit. Tidak ada kemewahan didalamnya. Pada usia yang menurut saya masih sangat belia yaitu 12 tahun, beliau sudah menjalani masa pingitan. Pada masa itu memang sudah menjadi kebiasaan jika ada anak yang tergolong masih kecil atau masih usia sekolah yang kemudian di nikahkan atau di jodohkan. Didalam kamar itu pula Kartini mulai menulis surat-surat untuk sahabatnya seperti pasangan suami istri Mr. & Mrs. Abendanon, Stella Zeehandelear, dan masih banyak lagi sahabat-sahabat R.A. Kartini. Meskipun sedang dalam keadaan dipingit, beliau membuka pikirannya. Beliau tidak mau jika hanya diam menunggu masa pingitan. Namun ada yang unik dari sosok R.A. Kartini yang saya baca dari sebuah buku. Jika banyak anak gadis yang tidak betah dalam kamar pingitan, entah mengapa hal tersebut tidak berlaku bagi R.A. Kartini. Beliau justru sangat betah sekali dalam kamar pingitan ini. Meskipun pada awal masa pingitan beliau nampak murung dan sedih tentunya. Namun lama kelamaan mungkin beliau berpikir, tidak bisa jika harus sedih berlarut-larut. Pasti waktunya akan sangat sia-sia. Dalam kamar pingitnya tersebut Kartini diberi berbagai macam buku bacaan, majalah, surat kabar dan lain sebagainya baik yang berbahasa Melayu dan banyak pula yang berbahasa Belanda. Dari bacaan-bacaan itulah Kartini semakin terbuka wawasannya. Melihat hobinya membaca serta potensi yang dimiliki Kartini, sang kakak Sosrokartono pun semakin sering memberinya bahan bacaan. R.A. Kartini pun akhirnya sering menghabiskan waktunya didalam kamar pingit untuk membaca bahan-bahan bacaan tersebut.

Kegemarannya membaca itu pun dapat dilihat dari surat yang dikirimkannya kepada Stella Zeehandelear yang berisi : “Suatu kebanggan besar bagi saya, bahwa saya masih boleh membaca buku-buku Belanda dan berkirim surat dengan teman-teman Belanda. Semua itu merupakan satu-satunya titik terang dalam masa yang sedih dan suram. Dua hal tersebut bagi saya merupakan segalanya. Tanpa kedua hal tersebut barangkali saya akan binasa atau bahkan lebih dari itu, jiwa saya akan mati”. Kartini melihat dunia luar melalui buku, melalui hobi membacanya, serta menulis surat kepada sahabat-sahabatnya.

Didalam kamar itu pula terdapat sebuah lukisan tiga angsa putih yang terbingkai dalam bingkai kayu berhiaskan ornamen ukiran. Mengapa angsa ? dan mengapa jumlahnya tiga buah angsa ? Atau inikah lukisan yang dilukis oleh R.A. Kartini seperti dalam buku yang pernah saya baca yang didalamnya menerangkan bahwa dahulu pada masa itu terdapat sungai kecil dihalaman belakang kediaman Bupati Jepara. Jumlahnya tiga buah mungkin itu menggambarkan tiga putri Jepara yaitu R.A. Kartini bersama kedua adiknya yaitu R.A. Kardinah dan R.A. Roekmini.

Lukisan 3 Angsa Putih
Setelah puas menikmati kamar R.A. Kartini, ketika melangkah keluar kamar terdapat dua buah almari kaca. Almari kaca pertama didalamnya terdapat baju kebaya kuno milik R.A. Kartini. Baju kebaya tersebut berbahan kain beludru berwarna biru tua lebih ke hitam dengan hiasan ukiran yang disulam dengan benang emas. Serta disampingnya terpampang pula kain batik atau kain jarik bermotif kawung. Sederhana namun tetap elegan. Almari yang kedua merupakan lembaran kain putih yang di batik karena membatik juga merupakan salah satu hobi R.A. Kartini.
Kebaya Kartini

Hasil Membatik

Menuju ke teras belakang ... sebuah tempat yang juga istimewa.

Teras belakang merupakan sebuah ruangan terbuka yang cukup besar. Disitu terdapat banyak sekali kursi-kursi kayu. Lantas, mengapa saya katakan istimewa ? saya mengatakan ini tempat istimewa karena dahulunya tempat ini digunakan R.A. kartini untuk mengajar murid-muridnya yang pada waktu itu tidak terlalu banyak. R.A. Kartini mengajar mereka membaca, menulis, kadang juga memasak, dan juga mengajari tentang pelajaran kepribadian. Sungguh beruntung sekali murid-muridnya. Untuk perabotan yang digunakan untuk mengajar sepertinya telah berubah. Ada yang mengatakan kursi dan mejanya telah diganti dengan bahan kayu yang baru namun modelnya tidak berubah. Namun ada pula yang mengatakan masih asli dari jaman dulu hanya dudukan kursinya saja yang diganti. Namun suasananya masih sangat terasa keasliannya. Dari teras belakang ini kita dapat langsung menyaksikan halaman belakang kediaman Bupati Jepara.
Halaman belakang kediaman Bupati Jepara ini sangatlah asri. Banyak tumbuh pohon-pohon besar yang mungkin telah berumur ratusan tahun. Hewan-hewan peliharaan juga banyak sekali terutama unggas. Banyak burung merpati berwarna putih yang menghiasi halaman itu. Merpati itu bertempat tinggal di rumah kayu atau pagupon yang diletakkan diatas pohon diantara dahan-dahan. Ada pula beberapa ayam kalkun. Damai sekali suasananya. Saya pun duduk disebuah kursi taman dan membayangkan sedang belajar bersama R.A. Kartini sambil menikmati damainya halaman belakang ini. Di halaman belakang ini juga terdapat sebuah pohon bunga favorit R.A. Kartini yaitu Bunga Kantil. Bunga Kantil merupakan bunga favorit beliau karena mungkin bau harumnya yang khas. Pohon Bunga Kantil disini telah berusia ratusan tahun entah berapa tepatnya. Pohon yang besar dan tinggi. Dan kata beberapa orang yang tinggal didalam area tersebut, ketika bunga-bunga ini mekar akan menghasilkan bau harum yang sangat khas. Sayangnya waktu kesana sedang tidak berbunga banyak dan pohonnya pun sangat tinggi jadi tidak berani untuk naik ke pohon dan mengambilnya. Namun saya tidak kecewa karena didepan Kantor Bupati terdapat pohon baru yang masih kecil namun sudah berbunga. Meskipun katanya bau harumnya berbeda dengan yang telah berusia ratusan tahun namun saya sedikit puas dapat menghirup keharuman bunga favorit R.A. Kartini.


Ruang Tempat Mengajar

Pintu Teras Belakang

Pohon Bunga Kantil Tertua

Bunga Kantil

Bunga Kantil
Di halaman belakang itu pula terdapat sebuah tembok. Tembok yang membatasi antara kalangan bangsawan di Kabupaten dengan rakyat biasa. Tembok yang sangat kokoh dan tinggi. Sangat tidak mungkin untuk dinaiki apalagi jika yang menaikinya adalah seorang wanita. Namun di tengah-tengah tembok yang kokoh tersebut terdapat pintu besar. Konon dari pintu itulah R.A. Kartini menyapa rakyat. Pintu itulah yang menjadi saksi keramahan dan kepedulian R.A. Kartini kepada rakyat sekitar. Namun nampaknya sekarang pintu itu sudah tertutup rapat. Entah sudah berapa lama pintu itu tertutup. Mungkin juga karena alasan keamanan yang membuat pintu itu akhirnya ditutup mungkin untuk selamanya.


Suasana Halaman Belakang
Meskipun dari balik dinding yang tinggi, aturan adat yang sangat ketat, R.A. Kartini tetap saja memikirkan nasib rakyatnya. Tetap memperjuangkan hak-hak kaumnya agar selalu mendapatkan keadilan dan terus membuka wawasan bagi dirinya sendiri agar tetap dapat berhubungan dengan dunia luar dengan caranya sendiri.

Pintu dan Tembok Pembatas


DAFTAR PUSTAKA


Priyanto, Hadi. 2010. Kartini Pembaharu Peradaban. Jepara : Tim Penggerak PKK Kabupaten Jepara

Katoppo, Aristides dkk. 1979. Satu Abad Kartini (1879-1979). Jakarta : Sinar Harapan