Powered By Blogger

Kamis, 27 Oktober 2016

KAWIN LARI, SEBUAH KESOPANAN DALAM ADAT SUKU SASAK DI LOMBOK

Kawin Lari ?

Mungkin untuk banyak orang khususnya Orang Indonesia apabila mendengar istilah kawin lari adalah sesuatu yang sangat memalukan. Mengapa memalukan ? Yaa ... mungkin hal itu dianggap sebagai sebuah aib. Namun itu berlaku di Lombok khususnya masyarakat Suku Sasak. Kawin lari biasa terjadi pada masyarakat Suku Sasak dan bahkan hal itu dianggap sopan. Kawin lari disana biasa disebut dengan ‘Merari’.

Motif Kain Khas Lombok

Motif Kain Khas Lombok
Beberapa waktu lalu ketika berkesempatan melihat keindahan Lombok, mampirlah kami di satu pusat kerajinan kain tenun khas Lombok. Tepatnya didaerah Sukarara. Ditempat ini kami bisa belejar menenun kain khas Lombok yang indah itu. Kami para wanita pun langsung semangat belajar menggunakan alat tenun manual disana. Meskipun cuma sebentar karena nggak kuat harus duduk lama dan memang sedikit ribet, tapi saya sudah tau sedikit tekniknya. Pantas kain khas Lombok ini mahal harganya, karena membuatnya juga membutuhkan ketelitian dan sangat tidak mudah. Sebenarnya ada hal yang membuat kami khususnya saya, sangat semangat belajar menenenun. Katanya, seorang gadis apabila sudah pandai membuat kain tenun (menenun) berarti dia sudah siap atau sudah bisa dibawa lari. Inilah yang kemudian membuat saya tertarik untuk belajar singkat membuat kain tenun khas Lombok yang indah itu. Siapa tahu ketika sudah pandai menenun, ada yang mengajak lari saya .... hehehe

Alat Tenun Khas Lombok
Oke kembali ke kawin lari khas Lombok ...

Kawin lari di Lombok adalah sebuah tradisi khususnya Suku Sasak. Tradisi ini diibaratkan seperti mencuri. Yaa ... mencuri seorang gadis untuk dinikahi. Mencuri untuk menikahi dikatakan lebih keren dibandingkan meminta kepada orang tua si gadis. Tapi “mencuri” disini tidak asal mencuri. Ada aturan yang berlaku. Aturannya, Sang gadis tidak boleh dibawa langsung kerumah Sang Lelaki. Namun ahrus dititipkan dirumah kerabat Sang Lelaki. Nah setelah menginap sehari, pihak kerabat laki-laki ini kemudian mengirim utusan ke pihak keluarga sang gadis. Utusan ini tugasnya memberitahukan kepada keluarga sang gadis bahwa anak gadisnya telah dicuri dan sedang berada di suatu tempat. Tapi tempat itu dirahasiakan dan tidak boleh ketahuan keluarga sang gadis.

Pemberitahuan itu dalam istilah bahasa Suku Sasak disebut ‘Nyelabar’. Pada saat nyelabar ini terdiri dari satu rombongan yang berisi lebih dari 5 orang dari kerabat pihak laki-laki tanpa didampingi orang tua pihak laki-laki dan semua harus mengenakan pakaian adat. Sebelum datang kekeluargan pihak perempuan, rombongan ini harus terlebih dahulu meminta ijin kepada tetua adat setempat. Istilahnya untuk meminta ijin serta penghormatan kepada tetua adat.
Ketika rombongan pihak laki-laki sampai kerumah pihak gadis pun tidak diperkenankan masuk kedalam rumah. Mereka duduk bersila dihalaman. Salah utusan yang ditunjuk sebagai juru bicara akan menyampaikan pemberitahuan itu. Selain prosesi ‘Nyelabar’, kedua pihak juga harus melangsungkan prosesi adat yang dikenal dengan istilah ‘Mesejati’ dan ‘Mbait Wali’. Upacara-upacara itu dilakukan sebagai proses permintaan ijin pernikahan dari pihak keluarga laki-laki ke pihak keluarga perempuan.

Jadi jangan heran bila pernikahan Suku Sasak ini berlangsung hingga beberapa hari. Untuk prosesi Nyelabar, Mesejati, dan Mbait Wali saja sudah menghabiskan waktu selama tiga hari. Untuk prosesi ‘Mbait Wali’ ini adalah prosesi dimana pihak laki-laki dan pihak perempuan membicarakan uang jaminan atau biasa disebut ‘Pisuka’ serta mahar.

Setelah selesai beberapa prosesi adat tersebut, barulah dilangsungkan ijab qabul. Oh ya ... ketika masa penculikan atau pelarian, kedua pasangan tidak boleh melakukan perbuatan yang tercela. Setelah ijab qabul, masih ada satu prosesi adat terakhir yang harus dilakukan yaitu ‘Nyongkolan’. Prosesi ini kedua mempelai diiring ke rumah orang tua mempelai perempuan. Setelah itu kedua mempelai akan menempati sebuah rumah kecil yang biasanya disebut dengan ‘Bale Kodong’.

Bale Kodong ini merupakan tempat tinggal sementara kedua mempelai hingga mereka sanggup untuk membuat rumah sendiri. Biasanya Bale Kodong ini digunakan untuk berbulan madu.

Sebenarnya adanya tradisi Kawin Lari di Suku Sasak juga mempengaruhi bentuk dari rumah adat Suku Sasak. Rumah adat Suku Sasak dibentuk menjadi dua ruangan menjadi ruangan luar dan dalam. Uniknya rumah ini tanpa jendela. Jadi hanya ada satu pintu untuk akses keluar-masuk. Untuk ruangan dalam biasanya digunakan untuk anak perempuan yang satu ruangan dengan dapur. Sedangkan untuk bagian luar untuk orang tua dan ank laki-laki. Mungkin dengan pengaturan yang seperti itu dimaksudkan agar anak perempuan tidak mudah dilarikan.


Bagaimana ? unik sekali ya tradisi khas Suku Sasak ini. Inilah keindahan Indonesia. Jika ingin tahu keunikannya, silahkan berkunjung di Desa Sade, Lombok.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar