Beberapa saat
yang lalu, saya berkesempatan menikmati dini hari di Kota Tembakau yang sangat
dingin itu. Sebenarnya hanya diajak untuk mengantar kerabat menunaikan ibadah
haji. Dilepas oleh Bupati setempat di pendopo. Tapi bukan ibadah hajinya yang
akan saya tulis. Namun sebuah kisah yang ada dibaliknya.
Ketika itu
malam hari sekitar pukul 01.00 WIB kami dengan beberapa rombongan mengantar
salah satu kerabat yang akan menunaikan ibadah haji untuk berkumpul di Pendopo.
Pendopo Pengayoman, begitu orang di kota itu menyebutnya. Setelah sampai disana
kami menunggu cukup lama. Cukup lama karena pelepasannya pukul 05.30 WIB
sedangkan ketika sampai disana baru pukul 02.00 WIB. Sambil menunggu saya
bersama beberapa kerabat yang lain berdiri didepan Pendopo sambil sesekali
melihat kearah alun-alun yang sangat ramai ketika itu. Banyak sekali penjual
mainan hingga makanan yang masih berjualan. Mungkin karena ada acara pelepasan
calon jamaah haji ini jadi mereka berjualan hingga pagi.
Karena
menunggu cukup lama dan saya sudah sedikit kelelahan karena berdiri sambil
melihat orang berlalu lalang, saya memutuskan untuk duduk ditrotoar depan
pendopo. Beberapa saat kemudian ada seorang pemuda yang berdiri didepan saya. Pemuda
inilah yang pada akhirnya saya sebut sebagai “Mas Rejo”. Kenapa “Mas Rejo” ?
Dibaca sampai akhir ya postingan ini ...
Pemuda itu
ternyata berbicara dengan seseorang yang duduk disebelah saya. Mungkin itu
kerabatnya. Namun tiba-tiba pemuda yang berdiri tersebut berbicara kepada saya,
“Mbak, maaf saya boleh duduk disebelah mbak atau tidak ?” katanya sambil
menunjuk celah kosong yang tidak terlalu lebar antara saya dan kerabatnya. Sebenarnya
saya sedikit jengkel ketika dia meminta saya untuk bergeser. Saya memilih duduk
disini karena disebelah saya itu tempatnya agak kotor. Tapi karena saat itu
saya sedang berbaik hati dan tetap masih jengkel sebenarnya, akhirnya saya
menggeser sedikit posisi duduk saya. Bahkan memang benar-benar hanya sedikit
bergeser.
Setelah duduk
dan mengobrol dengan saudaranya, Pemuda itu lalu mengajak ngobrol saya.
“Nganterin siapa mbak ?” itulah pertanyaan pertama yang diajukannya. Kami pun
akhirnya ngobrol hingga kurang lebih 1 jam lamanya. Dari obrolan yang singkat
tersebut saya mengetahui beberapa hal tentangnya. Ternyata kami satu almamater
di perguruan tinggi. Tapi beda angkatan dan beda jurusan. Dia beberapa tahun
diatasku (Kakak tingkat ceritanyaa .... Hahaha). Dia juga menanyakan dari mana
saya berasal. Dia mengira kalau saya juga orang asli Kota Tembakau. Saya pun
balik bertanya didaerah mana rumahnya. Ternyata dia tinggal di sebuah Kecamatan
yang tidak jauh dari tempat saya KKN dulu. Tetangga Kecamatan. Karena tempat
tinggalnya itulah saya menyebutnya sebagai “Mas Rejo”. Entah dia setuju atau
tidak dengan sebutan itu. Karena itu hanya sebutan dalam hati saja. Mengapa
saya tidak menyebutkan namanya ? Yaa ... karena saya memang tidak tahu namanya.
Diapun sebaliknya tidak tahu nama saya. Karena kami memang tidak saling
mengenalkan nama kami masing-masing. Biarlah sang waktu yang akan mengenalkan nama
kami. Meskipun entah kapan waktu itu akan datang.
Entah mengapa
ketika mendengar suaranya terasa nyaman sekali. Ini nih ... Saya menilai
seorang laki-laki termasuk salah satunya melalui tutur katanya. Cara dia
bercerita, cara dia berbicara dengan perempuan, dan lain sebagainya. Saya
termasuk orang yang suka mendengar cerita atau curhatan orang lain. Sebenarnya
tidak hanya laki-laki yang saya nilai tutur katanya, tapi perempuan pun saya
nilai dari tutur katanya. Bahkan yang baru kenal sekalipun.
Dia bercerita
tentang dirinya. Meskipun tidak banyak, tapi saya cukup berkesan dengan
pengalaman hidupnya. Dia juga bercerita pernah tinggal beberapa tahun di
Negaranya Om Sam. Sebenarnya dia tidak sengaja bercerita pernah tinggal disana.
Karena ketika saya bercerita saya mulai kenal dengan Kota Tembakau ini tahun
2014 waktu KKN, ternyata waktu itu Mas Rejo ini sedang tidak berada di
Indonesia. Ahh saya jadi menyesal hanya sebentar bertemu dengannya. Jadi tidak
bisa dengar ceritanya lebih banyak lagi.
Tapi, dipertemuan
yang sangat singkat itu karena hanya sekitar 1,5 jam banyak sekali yang kita
obrolkan. Bahkan hingga ngomongin tentang masa depan (*eitsss ...jangan curiga
dulu yaa ..). masa depan yang saya maksud disini itu kita ngobrol tentang
bisnis juga. Lebih ke melihat peluang bisnis yang bisa dikembangkan di kota
itu. Tentang potensi yang dihasilkan dari Jepara dimana saya berasal dan mampu dikembangkan
di Kota Tembakau itu. Kalau semua percakapan kami dini hari itu saya tuangkan
dalam tulisan ini mungkin akan jadi berlembar-lembar halaman.
Aku begitu
rindu bagaimana cara dia bercerita.
Tapi entah
karena akan pulang kerumah atau hendak kemana Mas Rejo ini kemudian pamit
kepadaku. Aku pun mempersilakannya dan tak lupa berterima kasih. Berterima
kasih karena sudah menemaniku dengan cerita-ceritanya. Setelah dia menghilang
dari pandangan mataku aku pun mulai merasa sepi. Suatu kesepian yang berada
dalam sebuah keramaian.
Mas Rejo,
seperti yang kamu katakan terakhir kali dipertemuan singkat kita “Semoga kita
bisa bertemu lagi yaa ..”. Dalam hati pun aku menjawab, “Ya, jika berjodoh kita
pasti bertemu lagi”. Tentu “jodoh” disini bukan hanya hubungan serius antara
lelaki dan perempuan. Kita bisa berjodoh dalam berteman, dalam pekerjaan, dan
lain sebagainya. Aku akan selalu menunggu cerita-ceritamu, Mas. Semoga Allah
memberi kita kesempatan untuk bertemu entah dimanapun dan kapanpun. Hanya Allah
yang tahu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar