Jika dibaca
dari judulnya, ‘terpisah’ dalam hal ini bukanlah terpisah dengan jarak yang
sangat jauh melainkan terpisah atap. Namun masih se area. Mengapa bisa begitu ?
Beginilah kisahnya ...
Ibu M.A. Ngasirah |
R.A. Kartini
merupakan putri dari pasangan suami istri Raden Mas Adipati Sosroningrat dengan
M.A. Ngasirah. Ayah Kartini kemudian menjabat sebagai Bupati Jepara tidak lama
setelah Kartini lahir. Pada masa itu, ada sebuah peraturan bahwa seorang Bupati
harus beristrikan seorang bangsawan. Mengingat bahwa Ibu Ngasirah bukanlah
seorang bangsawan karena beliau hanya anak kyai dari Desa Teluk Awur, maka
kemudian Ayah Kartini menikah lagi dengan R.A. Moerjam putri dari Bangsawan
Madura R.M.P. Tjitrowikromo. Hal tersebut menyebabkan M.A. Ngasirah yang
meskipun adalah istri pertama namun bukanlah istri yang utama. Karena yang
menjadi istri utama hanyalah yang memiliki darah bangsawan yakni R.A. Moerjam.
Karena
perbedaan status tersebutlah yang menyebabkan perbedaan perlakuan pula. M.A.
Ngasirah tidak diperbolehkan tinggal satu atap dengan suami dan anak-anak
kandungnya. Trenyuh hati saya ketika mendengar cerita ini. M.A. Ngasirah
tinggal ditempat terpisah dari rumah utama meskipun dalam satu area namun beda
atap. Sebuah rumah kecil yang ketika saya lihat hanya berupa kamar-kamar. Saya
tidak dapat membayangkan bagaimana perasaan Ibu Ngasirah pada waktu itu. Serta
juga perasaan R.A. Kartini melihat dan merasakan keadaan yang seperti itu.
Beliau tidak bisa setiap hari merasakan pelukan hangat serta belaian lembut
dari ibu kandungnya. Bahkan dari buku yang saya baca yang berjudul “Kartini :
Pembaharu Peradaban”, kisah tersebut sungguh sangat mengiris batin siapapun
yang membacanya. Dalam buku itu disebutkan bahwa karena Ngasirah bukanlah
berasal dari kalangan bangsawan, ia tidak berhak tinggal dirumah utama.
Ngasirah harus tinggal dirumah kecil yang ada disamping rumah kabupaten. Beliau
juga harus membungkuk-bungkuk untuk memberikan penghormatan kepada para
bangsawan, termasuk kepada R.A. Moerjam. Dan beliau harus memanggil anak-anak
kandungnya dengan sebutan “Ndara” dan hanya boleh dipanggil “Yu” oleh anak-anak
kandungnya. Hati siapa yang tidak trenyuh membaca kisah itu. Namun hal itu
sudah terbiasa pada masanya. Setiap bupati yang tidak beristrikan bangsawan
pasti akan menikahi seorang bangsawan dan menjadikan istri bangsawannya itu
sebagai istri utama.
Salah satu kamar yang ditempati Ibu Ngasirah |
Sumur Jaman Dahulu |
Lantas
bagaimana perasaan hati Kartini ? tentu tanpa bertanya pun semua orang sudah
tahu bagaimana perasaan R.A. Kartini menghadapi hal semacam itu. Tentu hatinya
juga teriris-iris. Anak mana yang tega memanggil ibu kandungnya dengan sebutan
“Yu”. Tentu R.A. Kartini dan saudara-saudaranya tidak ada yang tega. Karena ibu
kandung tetaplah ibu kandung. Kesakitan hatinya juga disampaikan melalui sebuah
surat yang ditulisnya untuk sahabatnya yang diterbitkan oleh F.G.P Jaquet : “Saya telah melihat neraka dari jarak dekat
malahan saya berada didalamnya, saya telah menyaksikan penderitaan dan
merasakan sendiri kesengsaraan ibu saya sendiri, karena saya adalah anaknya”. Curahan
hati R.A. Kartini sebagai seorang anak yang sebegitu dalamnya. Bahkan saya pun
yang bukan siapa-siapa, turut bergetar mendengarnya.
Apapun status
yang diberikan kepada Ibu Ngasirah pada waktu itu, tetap tidak dapat
meruntuhkan status utamanya yaitu sebagai ibu kandung R.A. Kartini. Ibu kandung
dari wanita yang hebat. Beliau tetap bertahan meskipun hatinya saya kira sudah
teriris habis.
Ibu Ngasirah,
sekarang engkau sudah dapat berkumpul dengan damai bersama anak-anak kandungmu
di Surga. Engkau bisa menjaga mereka bermain, memeluk mereka, memandangi mereka
dengan puas, menceritakan kisah-kisah yang indah dan masih banyak hal yang
dapat engkau lakukan disana. Terimakasih karena Engkau telah melahirkan
anak-anak yang hebat untuk negeri ini terutama R.A. Kartini dan Raden Mas
Sosrokartono.
DAFTAR PUSTAKA
Katoppo, Aristides dkk. 1979. Satu Abad Kartini (1879-1979). Jakarta : Sinar Harapan
Priyanto,
Hadi. 2010. Kartini Pembaharu Peradaban. Jepara : Tim Penggerak PKK Kabupaten
Jepara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar